Contents
Kajian Kitab Kuning Remaja Masjid Al Mujahidin Dluwak
Dusun Dluwak, Jati, Plentungan – Dalam upaya menghidupkan tradisi keilmuan Islam klasik, Remaja Masjid Al Mujahidin menggelar kegiatan Kajian Kitab Kuning yang rutin dilaksanakan setiap selapan sekali. Pada hari Rabu malam, 16 April 2025, kajian kembali digelar dengan semangat dan antusiasme tinggi dari para remaja serta masyarakat sekitar. Kegiatan ini berlangsung mulai pukul 20:00 hingga 23:00 WIB, bertempat di Masjid Al Mujahidin, pusat kegiatan keagamaan masyarakat Dusun Dluwak.
Formasi Kegiatan: Kolaborasi Ilmu dan Semangat Muda
Pada edisi kali ini, kegiatan dipandu dengan susunan sebagai berikut:
-
Qori’: Muhammad Akromul Kuroma, membacakan kitab Fatkhul Qorib.
-
Moderator: Miftahudin, memimpin jalannya kajian dengan tertib dan penuh semangat diskusi.
-
Tashih (pengoreksi dan penjelas isi kajian): Kyai Sofiyullah, selaku sesepuh yang mendampingi dan meluruskan pemahaman para peserta.
-
Katib (notulis): Ahmad Habibullah, yang mencatat setiap jalannya diskusi untuk dokumentasi dan pembelajaran lebih lanjut.
Topik Bahasan: Fikih Thaharah dan Relevansinya
Kajian kali ini mengupas berbagai persoalan fikih seputar air dan bersuci (thaharah) yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam konteks pedesaan. Diskusi yang hangat dan kritis dipandu oleh para remaja, menunjukkan semangat belajar yang luar biasa.
Pertanyaan dan Diskusi:
-
Miftahudin bertanya tentang hukum air yang bercampur dengan benda suci seperti lumpur – apakah masih sah digunakan untuk bersuci? Ia juga menanyakan tentang air yang dipanaskan dengan api, apakah sah digunakan untuk wudhu?
-
Kholidin mengangkat pertanyaan menarik seputar batasan air sungai (banyu kali) jika digunakan untuk mandi besar (junub) atau berendam – berapa ukuran minimal air sungai agar sah digunakan?
-
Haniful Kamal menanyakan jenis-jenis bangkai hewan yang apabila jatuh ke dalam air tidak menyebabkan najis, terutama dalam konteks air dua qullah.
Jawaban dan Penjelasan Tashih:
-
Air keruh karena lumpur menurut Haniful Kamal sudah berubah dari sifat asal (bukan lagi air mutlak) sehingga tidak sah digunakan untuk bersuci. Namun, penashih Kyai Sofiyullah menambahkan bahwa jika secara umum (‘urf) masyarakat masih menyebutnya sebagai air, maka masih boleh digunakan dengan catatan tertentu.
-
Air yang dipanaskan dengan selain matahari, seperti api atau listrik, hukumnya sah dan tidak makruh. Namun, jika dipanaskan oleh matahari langsung (air musyamas), maka makruh digunakan karena bisa menimbulkan penyakit (belang) secara syar’i maupun medis.
-
Ukuran air sungai agar sah digunakan untuk mandi atau wudhu tanpa khawatir najis jika terkena benda najis adalah minimal 270 liter, sesuai dengan standar air dua qullah.
-
Untuk hewan bangkai yang tidak menjadikan air najis apabila jatuh ke dalamnya (dalam jumlah dua qullah), antara lain adalah: lalat, tawon, semut, kutu, kutu busuk, kumbang, kalajengking, nyamuk, kadal/bunglon, cicak, tokek, dan hewan sejenis lainnya yang tidak memiliki darah mengalir saat mati. Namun, jika untuk shalat, semua bangkai adalah najis kecuali ikan dan belalang, sesuai dengan ketentuan fikih.
Baca juga : Meriahnya Kegiatan Ramadhan 2025
Menjaga Warisan, Merawat Iman
Kegiatan seperti ini bukan hanya memperkuat pemahaman agama, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan intelektual Islam melalui kitab kuning. Di tengah era digital yang penuh distraksi, para remaja Dusun Dluwak membuktikan bahwa semangat belajar agama tetap menyala, berakar kuat di masjid, dan berkembang dalam semangat kolektif.
Semoga kegiatan ini terus menjadi penyemangat generasi muda Islam untuk mencintai ilmu, memelihara tradisi, dan menjadikan masjid sebagai pusat pencerahan spiritual dan intelektual.